Wednesday|19-11-2025

APAAACI Soroti Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan Global

  • Share

Beritanusantara.com – Di seluruh dunia, diperkirakan 300 juta orang menderita asma, 200 hingga 250 juta orang mengalami alergi makanan, dan 400 juta orang hidup dengan rinitis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa asma saja menyebabkan sekitar 250.000 kematian setiap tahun. Angka prevalensi penyakit alergi, terutama dalam bentuk yang lebih parah, terus menunjukkan tren peningkatan.

Penyakit alergi, yang mencakup kondisi serius seperti anafilaksis, alergi makanan, beberapa jenis asma, rinitis, konjungtivitis, angioedema, urtikaria, eksim, serta alergi terhadap obat dan serangga, kini menjadi perhatian utama kesehatan global.

Kawasan Asia Pasifik, yang merupakan rumah bagi dua pertiga populasi dunia, menanggung beban yang sangat besar dari penyakit penyakit ini. Faktor lingkungan seperti perubahan iklim, yang dipicu oleh pemanasan global akibat akumulasi gas rumah kaca dari aktivitas manusia, polusi udara, dan penurunan keanekaragaman hayati, menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia.

Dampak buruknya terasa pada berbagai penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit
gaya hidup, dengan penyakit alergi menjadi yang paling umum di antaranya. Indonesia, seperti negara-negara Asia lainnya, juga menghadapi peningkatan prevalensi asma
serta bentuk alergi makanan yang lebih parah dan anafilaksis. Situasi ini diperburuk oleh faktor lingkungan, termasuk masalah kabut asap lintas batas yang telah terjadi dalam beberapa dekade terakhir.

Merespon hal tersebut, Asia Pacific Association of Allergy, Asthma and Clinical Immunology (APAAACI) melalui forum APAAACI Congress 2025 menyampaikan sejumlah poin terkait dampak perubahan iklim serta dampak terhadap penyakit, khususnya penyakit alergi dan asma, diantaranya ;
● Perlunya tindakan segera untuk mengatasi perubahan iklim di seluruh sektor ekonomi
dan sosial di semua tingkatan.
● Pentingnya kebijakan pemerintah yang bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar
fosil, memulihkan keanekaragaman hayati, serta menekan polusi udara di dalam dan di
luar ruangan.
● Upaya mitigasi lainnya, seperti meningkatkan efisiensi energi pada kendaraan dan
bangunan, serta mengurangi paparan terhadap zat-zat beracun.
● Peningkatan edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pola makan
yang sehat dan seimbang sebagai langkah pencegahan penyakit alergi.
● Penerapan pendekatan One Health secara multidisiplin, yang menekankan hubungan
erat antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.

Dalam forum yang digelar di Jakarta pada 9 – 12 Oktober lalu (APAAACI CONGRESS 2025) Prof. Ruby Pawankar, Executive Director and Past President, APAAACI dalam sambutannya menyampaikan, saat ini penyakit alergi, yang mencakup kondisi serius seperti anafilaksis, alergi makanan, beberapa jenis asma, rinitis, konjungtivitis, angioedema, urtikaria, eksim, serta alergi terhadap obat dan serangga, kini perhatian menjadi utama kesehatan global.
“Perubahan iklim adalah krisis kesehatan global. Dampaknya terasa bukan hanya pada paru-paru, tetapi juga pada sistem kekebalan tubuh, menyebabkan peningkatan penyakit alergi dan asma di semua kelompok usia,” imbuh Prof Ruby.

Hadir sebagai tamu undangan khsusus, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pratikno mengapresiasi kegiatan tersebut sekaligus menyampaikan mengungkapkan pentingnya inovasi medis, pemerataan akses, dan kerja sama global dalam menghadapi tantangan kesehatan respirasi dan imunologi.

Pemerintah Indonesia, kata Menko PMK, berkomitmen membangun ekosistem yang mendukung inovasi kesehatan melalui regulasi yang jelas, investasi pada ilmuwan dan tenaga kesehatan, serta memastikan manfaat inovasi dapat diakses seluruh lapisan masyarakat.
“Inovasi tanpa akses adalah janji yang tak terpenuhi. Kita harus membangun sistem kesehatan yang maju sekaligus adil,” tegasnya.
Menko PMK menegaskan bahwa tantangan kesehatan global menuntut kolaborasi lintas negara, berbagi data, penelitian bersama, harmonisasi regulasi, dan aksi kolektif menghadapi ancaman seperti perubahan iklim dan polusi udara.
“Tidak ada satu negara atau institusi pun yang mampu menyelesaikan masalah ini sendiri. Skala tantangannya menuntut kolaborasi global, berbagi pengetahuan, penelitian bersama, harmonisasi regulasi, dan aksi kolektif menghadapi ancaman seperti perubahan iklim,” ujarnya.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (Peralmuni), Prof Dr Dr Iris Rengganis, SpPD-KAI, menuturkan bahwa kesempatan menjadi tuan rumah adalah bentuk pengakuan terhadap peran aktif Indonesia di bidang kesehatan lingkungan.

Dengan menjadi tuan rumah, katanya, Indonesia tidak hanya menunjukkan kapasitasnya dalam menyelenggarakan forum internasional, tetapi juga memperkuat kolaborasi antarnegara dalam mencari solusi terhadap krisis iklim dan kesehatan. “Kami bersyukur bisa menyambut para ahli dunia di sini dan memudahkan terjadinya kolaborasi untuk riset, edukasi, serta kebijakan yang lebih berpihak pada kesehatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan”.

Sekedar catatan, APAAACI Congress 2025 ini merupakan forum ilmiah alergi imunologi di wilayah Asia Pasifik dimana kegiatan tersebur menghadirkan berbagai pakar, mulai dari ilmuwan, dokter, peneliti terkemuka yang digagas pertama kali oleh Bapak Alergi Imunologi Indonesia, Almarhum Prof. Dr. dr. Karmen Bratawidjaja, SpPKD, K-AI, FAAAAI.(ada/ado)

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *